Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label mondok

NASEHAT PAK KIAI TENTANG ANAK MONDOK

Pendidikan adalah sebuah proses panjang mengantarkan anak didik menuju satu kondisi yang diharapkan yang disebut dengan kedewasaan. Pendidikan juga bukan berlangsung sehari dua hari tapi lama. Pendidikan juga tidak instan langsung jadi seperti membuat mie rebus. Beda. Beda jauh. Dan beda banget. Karena kedewasaan itu abstrak, samar-samar dan hanya bisa diketahui melalui ciri-ciri atau tanda-tandanya.  Maka dalam mendidik butuh banyak faktor yang perlu disiapkan pada diri kita sebagai orang tua atau sebagai guru. Selain faktor biaya yang kita semua pasti sudah paham bahwa proses pendidikan pasti butuh biaya.  Rata-rata yang menjadi perhatian pokok dan serius adalah target apa yang harus dicapai oleh anak-anak kita ketika sekolah atau mondok. Sebagian orang tua ada yang sudah menetapkan target tertentu yang harus dicapai oleh anak dalam rentang waktu tertentu setelah mengikuti program tertentu.  Namun jarang sekali menjadi perhatian orang tua termasuk saya yakni unsur batin a

MENEGUHKAN NIAT DAN MOTIVASI MONDOK

Syarat mendapatkan ilmu itu ada enam seperti yang pernah disampaikan oleh para ulama dan termaktub dalam kita ta'lim Muta'allim ألا لا تنال العلم إلا بستة سأنبيك عن مجموعها ببيان ذكاء وحرص واصطبار وبلغة وارشاد أستاذ وطول زمان 1. Kecerdasan (intelegensi) Ada 8 macam kecerdasan yg dikenal dengan kecerdasan majemuk atau Multiple intellegent yakni - Logis Matematis - Verbal - Linguistik - Musikal - Natural - Interpersonal - Interpersonal - Spasial Visual - Kinestetik - Jasmani 2. Ambisi, Motivasi dan Semangat 3. Sabar, tahan banting, pantang menyerah  4. Bekal, biaya  5. Petunjuk guru 6. Waktu yang lama Kalau keenam syarat terpenuhi, maka mari kita spesifikkan targetnya. Target apa yang harus dicapai oleh para santri setelah menjalani proses mondok selama 3 tahun. Maka minimal harus mencapai 4 kompetensi sebagai berikut 1. Lurus dan kuat akidahnya 2. Mulia akhlak dan perilakunya 3. Memiliki kemampuan finansial  4. Mampu membela diri Masih ada lagi ?

INDAHNYA NYANTRI

Alhamdulillah. Kita baru saja memperingati HSN (Hari Santri Nasional) Tahun 2022 dengan tema "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan".  Apa yang terbayang dalam benak kita jika mendengar kata santri? Atau kata pondok pesantren?  Menurut Gus Ach Dhofir Zuhry Kata santri berasal dari Shastri yang berasal dari bahasa Sanskerta yang bermakna orang yang mempelajari kitab suci di Per Shastrian atau yang dikenal dengan pesantren. Sehingga dari pengertian ini kata santri dapat diartikan dengan seseorang yang belajar ilmu agama di Pesantren. Dan masih banyak lagi pengertian lain yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan pesantren.  Ada yang berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa Inggris yakni "SUNTHREE" yang terdiri dari dua kata yakni SUN yang berarti matahari dan THREE yang bermakna tiga. Maksudnya adalah seseorang yang menguasai tiga hal. Tiga hal tersebut adalah iman, islam dan ihsan. Adapun kata pesantren merujuk kepada proses belajar ilmu agama. 

MONDOK Bag. 11

Entah hanya saya yang berasal atau santri yang juga pernah mondok merasakan hal yang sama bahwa ketika menapaki tahapan mondok rasanya tidak dapat apa-apa. Kalau bagi santri yang berprestasi tentu perasaan seperti ini bisa ditepis. Tapi bagi santri yang katakanlah biasa-biasa saja selama menjalani proses mondok, maka perasaan ini adalah perasaan yang biasa menghinggapi para santri.  Sebenarnya tak ada satu anak pun yang tidak ingin membahagiakan dan membuat bangga kedua orangtuanya. Semuanya pengen. Namun bisa jadi belom menemukan cara. Hanya ada satu anak yang tidak "akan" mau membahagiakan orangtuanya yakni anak yang mengalami luka batin yang disebabkan oleh perlakuan atau ucapan orangtuanya.  Maka di sini menjadi penting sekali untuk para orangtua agar selalu membangkitkan semangat anak-anaknya. Dengan mengajak ngobrol anak tentang kesehariannya di pondok, tentang pelajarannya, tentang hafalannya dan apa saja yang dilakukan anak selama di pondok. Bahkan keluh k

MONDOK Bag. 10

Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya urai dan paparkan dari perjalanan saya mondok di Ponpes Miftahul Ulum Bungbaruh Pamekasan. Namun lagi-lagi merangkai kepingan ingatan bukanlah hal yang mudah.  Ada satu kisah yang sampai saat ini saya selalu ingat tatkala saya mondok. Yakni perpulangan.  Sebagaimana pondok lain pada umumnya ada liburan. Di pondok saya juga ada liburannya. Bedanya pondok saya libur kalau masuk bulan Robiul Awwal dan bulan Ramadhan. Pokoknya masuk kedua bulan tersebut pondok saya pasti libur.  Antara desa saya dengan pondok memang masih satu kecamatan yakni kecamatan Kadur. Masih satu kabupaten yakni kabupaten Pamekasan. Jarak antara pondok saya dg rumah sekitar 3 desa.  Waktu liburan adalah waktu yang sangat mengasyikkan. Sebab kami pulang bukan dengan kendaraan umum seperti bis dan angkot. Paling maksimal kalau saya kembali ke pondok diantar pakai Sepeda Motor. Selebihnya lebih banyak jalan kaki.  Tentu saja saya tidak sendirian. Tapi bersama-sama de

MONDOK Bag. 9

Berbeda dengan sahabat saya yang lainnya di kampung dimana orang tuanya memiliki harapan yang tinggi kepada anak-anak nya tatkala sekolah atau mondok. Orangtua saya hanya berharap seperti harapan umum kayak kalo mondok itu harus hormat sama kiai dan guru, jangan ngambil barang orang lain atau nyolong. Rata-rata nilai-nilai moral saja yang sering ditekankan setiap ortu saya antar kiriman ke pondok.  Karena tidak ada arahan dan harapan khusus, maka saya tidak punya beban apapun yang harus saya tunaikan kepada kedua orangtua saya. Khusus nya terkait dengan perjalanan mondok. Namun demikian melihat kawan-kawan saya yang pada pinter-pinter dan sering berprestasi, Lama-lama saya juga gerah dan panas. Masak saya tidak bisa berprestasi seperti mereka?  Di sinilah trigger itu saya temukan bahwa dengan segala keterbatasan yang saya miliki yakni orangtua yang tidak mampu secara ekonomi, saya harus berprestasi di pondok ini. Menemukan Passion Awalnya saya senang banget ketika belajar m

MONDOK Bag. 8

Pada tahun kedua ini saya juga sudah mulai naik daun karena saya mampu menghafal kitab imrithy. Salah satu kitab yang dinilai sakral di pesantren salafiyah. Maka pada tahun ini pun saya naik ke kelas 3 MTs dan khusus Diniyah saya naik ke kelas 6 MI.  Di kelas 6 MI saya mulai belajar alfiyah. Kitab ini adalah kitab monumental yang disusun oleh Ibnu Malik yang berasal dari Andalusia atau Spanyol. Berisi sekitar seribu bait lebih yang membahas tentang dasar-dasar dan bahkan rincian ilmu nahwu.  Denger-denger kalau hafal kitab ini akan jadi orang hebat. Walaupun saya juga tidak paham akan hebat gimana maksudnya.  Salah seorang sahabat saya ada yang hafal kitab ini. Ketika kawan saya hafal kitab ini maka seakan-akan kawan saya ini viral kalau istilah sekarang. Jadi idola. Banyak kawan. Dan yang paling seru adalah diidolakan santri putri 😁😁😁 Saya tak ada niat untuk menghafal kitab ini. Secara saya sangat insecure dengan kemampuan diri saya. Hingga suatu ketika ada salah seoran

MONDOK Bag. 7

Kalau pada tulisan bagian 1 sampai 6 berisi tentang kisah dan lika-liku mondok maka tulisan bagian ketujuh ini saya akan coba mengurai sisi pelajaran yang saya dapatkan selama mondok.  Apa yang saya dapat dari mondok?  1. Kemandirian Memang kemandirian yang saya maksud dalam tulisan ini bukanlah kemandirian dalam segala hal. Tapi hanya dalam beberapa hal khusus yang saya baru menyadarinya ketika saya sudah terjun di tengah-tengah masyarakat.  Mandiri yang saya maksud adalah saya bisa dan mampu melakukan banyak pekerjaan sendiri tanpa bantuan orang lain. Utamanya apa yang menjadi kebutuhan pribadi saya sendiri seperti mengurus keperluan sendiri, mengurus pakaian sendiri dengan mencuci, melipat dan merapikan bahkan kalau saat ini juga bisa menyetrika pakaian sendiri.  Mungkin bagi sebagian orang hal ini remeh banget. Tapi tidak bagi saya. Hal-hal ini bagi sangat urgen dan bermanfaat. Saya punya satu falsafah yang sampai saat ini saya pegang teguh yakni "jika kamu ingin j

MONDOK Bag. 6

Hari paling bahagia bagi saya selama mondok adalah hari minggu atau hari ahad. Walaupun hanya setengah hari. Sebab siangnya kami harus tetap masuk madrasah Diniyah. Sedangkan libur untuk madrasah Diniyah adalah hari Jum'at.  Kalau hari ahad saya bersama kawan-kawan pergi ke rumah temen yang punya televisi. Hari ahad adalah hari yang selalu kami tunggu-tunggu karena ada film kartun serial animasi Dragon Ball. Bisa dipastikan saya dan kawan-kawan tidak pernah absen nonton film ini. Bagi kami nonton film ini seakan masuk kurikulum wajib pekanan. Pokoknya wajib nonton. Karna di pondok memang tidak ada televisi dan kegiatan padat merayap.  Pernah suatu ketika bakda isyak. Saat itu sedang ada kajian tafsir bersama Bapak Kiai. Kami belajar kitab ini di beranda rumah beliau. Semua santri ngumpul di sini. Bagian depan santri putra. Bagian belakang santri putri.  Karena saya masih kecil dan santri baru tentu tidak berani melirik santri putri. Apalagi sampai menoleh. Seakan ada te

MONDOK Bag. 5

Sebenarnya masih banyak kepingan ingatan yang ingin saya coba uraikan dalam tulisan ini. Namun ternyata lumayan sulit juga untuk merangkai kepingan ingatan yang terjadinya sejak tahun 1997 lalu. Namun demikian saya akan coba menguraikan nya semampu saya agar pengalaman ini menjadi sebuah pelajaran dan renungan minimal bagi diri saya sendiri.  Pada saat saya duduk di kelas 4 MI, ada beberapa kitab kuning yang saya pelajari. Diantaranya adalah kitab jurmiyyah. Kitab yang mengkaji tentang dasar-dasar ilmu nahwu. Kalau pas MI di kampung saya hanya belajar Nahwul Wadhih. Entah kenapa kitab-kitab ini sangat erat melekat di ingatan saya. Semua kitab nahwu dasar tersebut benar-benar saya ingat namanya walaupun isinya tidak terlalu sempurna ingatannya. Mungkin karena faktor usia yang sudah mulai menua.  Ketika saya naik ke kelas 5 saya mulai belajar kitab Nahwu yang kata guru saya levelnya lebih tinggi dan lebih sulit. Kitab ini berupa sebuah susunan bait syair yang enak dibaca dan

MONDOK Bag. 4

Hampir setahun sudah saya mondok. Tak ada hasil yang saya dapatkan secara signifikan. Mulai rangking. Saat itu masih pakai sistem rangking. Demikian juga dengan hafalan kitab. Bener-bener zonk. Ditambah lagi penyakit rutinan pondok yakni korengan, kudisan, panuan dan sebagainya. Ditambah lagi rasa tidak betah selama di pondok. Mondok ini rasanya bener-bener sebuah siksaan. Tapi gimana lagi ortu saya tidak punya biaya untuk mondok di pondok yang lumayan fasilitasnya.  Memang sudah lama sekali perjalanan mondok ini berlalu. Namun kepingan-kepingan peristiwa seakan melekat erat di ingatan saya. Mulai runititas masak, nyuci, kerja bakti dan sebagainya. Termasuk salah satu yang saya ingat betul adalah tulisan Arab saya yang kayak tulisan dokter. Gak ada yang bisa baca bahkan saya sendiri pun tidak bisa. Bisa dibayangkan penulisnya saja tidak paham. Apalagi orang lain.  Hanya satu yg saya dapatkan pada tahun pertama yakni naik kelas. Lumayan lah buat tahapan pertama. Saya naik ke

MONDOK Bag. 3

Tibalah saya masuk sekolah diniyah. Dengan percaya diri saya langsung menghadap ke ustadz dan saya minta untuk langsung masuk di kelas 5 MI. Karena saya di kampung sudah duduk di kelas 5 MI.  Seorang ustadz yang sudah duduk di meja guru di kelas 5 MI langsung mempersilahkan saya masuk ketika saya sudah mengucapkan salam dan meminta izin untuk masuk ke kelas 5.  Memang unik di pondok saya. Tidak ada tes-tesan. Masuk saja. Maka ketika basa-basi dg ditanya asal saya dan sudah pernah sekolah atau belom. Tiba-tiba beliau ngetes saya untuk mentashrif satu kata yang mana ini benar-benar membuat saya kaget dan malu. Karena saya tidak bisa sama sekali.  Mau gimana lagi. Ya udah. Hari itu saya tetap duduk di kelas 5 MI. Namun keesokan harinya saya pamit ke ustadz tersebut dan saya pun turun ke kelas 4 MI.  Sebenarnya di kelas inipun saya sudah banyak ketinggalan materi dan banyak ilmu baru yang saya tidak tahu. Tapi kalau saya sampai turun lagi ke kelas 3, betapa malunya saya. Maka d

MONDOK Bag. 2

Sebenarnya saya tidak kaget dg mondok ini. Sebab selama saya ngaji di sebuah langgar dekat rumah saya sudah terbiasa bermalam di langgar tersebut. Hanya kebiasaan-kebiasaan kecil dimana saya harus mampu beradaptasi. Salah satunya adalah saya harus bisa masak nasi sendiri.  Tentu saja ini adalah awal yang sulit. Sebab saya tidak pernah masak selama di rumah. Taunya di dapur sudah ada nasi dan lauk yang sudah dimasak dan disiapkan oleh ibu. Ya udah langsung saja makan. Maka pertama kali mondok saya benar-benar bingung gimana caranya masak. Pada saat saya masak nasi di atas kompor minyak. Dulu masih pakai minyak tanah. Nasi saya gosong. Dan bener-bener gosong. Dan itu jadi bahan tertawaan santri senior saya. Tentu saja saya malu sekali.  Karena saya lapar, maka saya tetap harus makan nasi tersebut walaupun gosong. Inilah kisah pertama saya masak nasi gosong. Dan jangan dibayangkan saya makan nasi dg lauk yang enak. Saya makan nasi gosong plus sambel. Istilah sambel bagi orang

MONDOK Bag. 1

Jika saya ingat masa-masa awal mondok rasanya saya tidak ingin mondok. Karena memang tidak pernah terbersit dalam benak saya untuk mondok.  Berawal dari saya nganggur tiap hari karena saya sudah lulus SD duluan. Sedang MI saya masih kelas 5. Tiap hari saya hanya bisa menyaksikan teman-teman saya pergi sekolah. Ada yang sekolah di MTs. Ada juga yang sekolah di SMPN. Rasanya saya tidak punya masa depan seperti kawan-kawan saya yg lainnya.  Denger-denger dari tetangga. Sekolah di MTs itu bagus, keren. Pokoknya saya insecure banget saat itu. Apalagi saya memang nyata-nyata nganggur. Kalo yang sekolah di SMPN katanya akan sukses dan cerah masa depannya. Saya pun tambah minder dan tak bisa berbuat apa-apa. Apalagi memang orangtua secara ekonomi emang melilit. Hal yang bikin saya senang adalah menyaksikan temen-temen pergi sekolah dan pulang sekolah. Rasanya pengen juga seperti mereka. Memiliki harapan yang cerah di masa depan.  Hanya karena belas kasih seorang guru ngaji yang mem

ALL ABOUT MONDOK

Dahulu kalau kita mendengar kata "mondok" maka persepsinya adalah  1. Mondok itu sarungan 2. Mondok itu jurusan akhirat 3. Mondok itu korengan 4. Mondok itu tak punya masa depan 5. Mondok itu. . . . . . . . .  Bisa ditambah apa saja persepsi masyarakat dahulu jika mendengar kata tersebut. Sebagian sih ada benarnya. Tapi tidak semua begitu.  Sedangkan mondok yang saya rasakan adalah 1. Keseimbangan Baik kurikulum umum maupun agama sama-sama dapat. Sama-sama dipelajari. Bedanya porsi agama atau mapel diniyahnya lebih banyak. Sebab inilah yang fardhu ain.  Tahu fardhu ain kan? Fardhu ain adalah kewajiban pribadi kepada Allah SWT seperti tata cara bersuci yang benar, tata cara shalat yang benar, berkeyakinan yang benar yakni ada dalilnya. Alias tidak taklid-taklid amat lah.  Demikian juga urusan adab atau tatakrama. Mulai dari kitab yang paling tipis seperti akhlakul lil banin atau lil banat sudah dipelajari sampai dengann