Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label kiai

SETAHUN JADI KIAI Bag. 3

Pada tulisan kali ini dengan topik "Menjadi Kiai Setahuh" saya akan mengulas salah satu nilai penting yang seyogyanya ada di sebuah Pesantren yakni kitab kuning. Semua pesantren Salafiyah pasti dalam proses pembelajarannya menggunakan kitab-kitab standar yang juga sudah menjadi tradisi turun temurun.  Beda pesantren Salafiyah dengan pesantren Modern. Kebanyakan pesantren Modern tidak fokus pada ilmu-ilmu alat dan fikih semata. Bahasa Arab lebih kepada skill komunikasi praktis dari pada pendalaman ilmu alat. 

SETAHUN JADI KIAI Bag. 2

Pada tulisan kedua dari judul "Setahun Jadi Kiai" kali ini saya akan menguraikan dari sisi komunikasi. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah komunikasi antar pengasuh, komunikasi antara pengasuh dengan santri dan komunikasi antara pengasuh dengan wali santri.  Memang tak dapat dipungkiri bahwa urusan komunikasi merupakan urusan yang sangat urgen. Seurgen kebutuhan manusia terhadap sandang, pangan, papan, kuota dan jalan. Artinya tidak ada orang yang tidak butuh terhadap semua hal tersebut. Bisa dibayangkan di zaman saat ini orang yang tidak punya HP atau kuota betapa sangat tersiksa hidupnya.  Terkait dengan komunikasi antar santri. Maka di sini bisa dipetakan beberapa hal sebagai berikut KOMUNIKASI ANTAR SANTRI 1. Karakter yang bervariasi Pondok manapun, besar atau kecil atau baru ada sekalipun akan menghadapi realita ini yakni karakter dan watak santri yang berbeda-beda. Sangat variatif sekali.  Maka menghadapi antara satu dengan santri lainnya diperlukan pend

SETAHUN JADI KIAI Bag. 1

Pas saya lagi perjalanan pulang ke Lamongan tetiba muncul di benak saya berbagai macam hal yang menjadi amanah saya. Tadi malam saya memang sempat ngobrol bersama salah seorang pengasuh dan mengajaknya untuk menuliskan pengalamannya, perjalanannya, suka duka mengaasuh santri dan apa saja ke dalam sebuah tulisan. Harapannya para pengasuh bisa menemukan satu kesimpulan umum yang mengarah pada satu pola atau model pengasuhan pondok pesantren. Tapi beliau masih sungkan dengan alasan tidak punya pengalaman nulis.  Pas di jalan daerah Nganjuk, obrolan itu muncul kembali. Dan saya jadi pengen sekali melakukan refleksi selama setahun menangani bagian kepesantrenan. Saya sebuat satu tahun karena memang baru setahun ini saya membidangi bidang kepesantrenan.  Sekarang saya mampir di sebuah warung di pinggir Jalan besar Nganjuk. Sekedar minum kopi dan menuangkan ide tadi. Yakni menuliskan perjalanan dan pengalaman setahun menjadi pengasuh tapi judulnya saua ubah dengan bahasa yang lebi

KIAI SEPAROH

Awal ramadhan tahun ini saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi juri perlombaan yang diadakan oleh RRI Kota Madiun. Saya merupakan salah satu juri anggota pada ajang lomba taushiyah.  Ini merupakan pengalaman yang luar biasa. Sebab saya bisa ketemu dan berkumpul bersama dengan para kiai dan para Bu Nyai yang secara nasab memiliki jalur nasab yang jelas khususnya dalam bidang per-kiai-an. Biasanya nasab mereka jelas dan runut bahkan dihafal luar kepala. Selain jalur nasab mereka juga memiliki keilmuan yang luar biasa.  Kalau tidak salah ingat, saya adalah satu-satunya yang bukan kiai. Pas kumpul bersama beliau-beliau rasanya saya agak sedikit minder. Sebab secara nasab saya bukan kiai atau gus.  Dalam kesempatan apapun saya lebih suka mengenalkan diri sebagai santri. Entah kenapa predikat ini (santri) bagi saya lebih berkesan dan keren dibandingkan dipanggil ustadz atau gus. Bukan karena tidak suka tapi secara sense lebih wow dan keren. Artinya seorang santri yang dalam pe