Hampir setahun sudah saya mondok. Tak ada hasil yang saya dapatkan secara signifikan. Mulai rangking. Saat itu masih pakai sistem rangking. Demikian juga dengan hafalan kitab. Bener-bener zonk. Ditambah lagi penyakit rutinan pondok yakni korengan, kudisan, panuan dan sebagainya. Ditambah lagi rasa tidak betah selama di pondok. Mondok ini rasanya bener-bener sebuah siksaan. Tapi gimana lagi ortu saya tidak punya biaya untuk mondok di pondok yang lumayan fasilitasnya.
Memang sudah lama sekali perjalanan mondok ini berlalu. Namun kepingan-kepingan peristiwa seakan melekat erat di ingatan saya. Mulai runititas masak, nyuci, kerja bakti dan sebagainya. Termasuk salah satu yang saya ingat betul adalah tulisan Arab saya yang kayak tulisan dokter. Gak ada yang bisa baca bahkan saya sendiri pun tidak bisa. Bisa dibayangkan penulisnya saja tidak paham. Apalagi orang lain.
Hanya satu yg saya dapatkan pada tahun pertama yakni naik kelas. Lumayan lah buat tahapan pertama. Saya naik ke kelas 2 MTs dan naik ke kelas 5 MI.
Sebenarnya tidak elok rasanya jika saya harus menguraikan perjalanan mondok saya. Namun saya secara khusus ingin menjelaskan kepada tiga anak saya yang semuanya laki-laki bahwa inilah perjalanan bapakmu. Inilah bapakmu nak. Bahwa mondok itu benar-benar sebuah perjuangan yang berat dan sangat tidak nyaman. Itu prosesnya. Perjalanannya. Nanti akan bapak kisahkan kepadamu hasilnya.
Komentar