Pada tahun kedua ini saya juga sudah mulai naik daun karena saya mampu menghafal kitab imrithy. Salah satu kitab yang dinilai sakral di pesantren salafiyah. Maka pada tahun ini pun saya naik ke kelas 3 MTs dan khusus Diniyah saya naik ke kelas 6 MI.
Di kelas 6 MI saya mulai belajar alfiyah. Kitab ini adalah kitab monumental yang disusun oleh Ibnu Malik yang berasal dari Andalusia atau Spanyol. Berisi sekitar seribu bait lebih yang membahas tentang dasar-dasar dan bahkan rincian ilmu nahwu.
Denger-denger kalau hafal kitab ini akan jadi orang hebat. Walaupun saya juga tidak paham akan hebat gimana maksudnya.
Salah seorang sahabat saya ada yang hafal kitab ini. Ketika kawan saya hafal kitab ini maka seakan-akan kawan saya ini viral kalau istilah sekarang. Jadi idola. Banyak kawan. Dan yang paling seru adalah diidolakan santri putri 😁😁😁
Saya tak ada niat untuk menghafal kitab ini. Secara saya sangat insecure dengan kemampuan diri saya. Hingga suatu ketika ada salah seorang sahabat saya berkata bahwa tidak ada yang bisa hafal kitab ini kalau bukan anak kiai.
Waduh. Saya langsung sadar diri. Saya bukan anak kiai. Saya bukan darah biru tapi darah merah. Di sisi yang lain ada emosi yang muncul pada diri saya seakan tidak Terima dengan pernyataan semacam itu. Dan saya merenung masak iya saya tidak bisa hafal kitab ini.
Maka selama di kelas 6 MI saya mulai mencoba menghafal dan memahami 250 bait syair alfiyyah. Pelan tapi pasti satu persatu bait syair ini mampu saya hafal.
Memang prosesnya lama. Hampir bisa dikatakan 2 tahunan saya mencoba menghafal kitab ini. Pas nyuci saya hafalin. Pas masak saya hafalin. Lagi santai saya hafalin. Pokoknya tiada hari tanpa menghafal. Bolak balik menghafal. Hingga ketika saya duduk di kelas 2 MTs Diniyah saya sudah mampu menghafal alfiyyah yang berjumlah seribu bait lebih.
Komentar