Langsung ke konten utama

Postingan

LAPORAN YAYASAN MEI 2023

1. Ketahfidhan  - Capaian tahfidz SMP - Capaian tahfidz MA - Capaian Takhassus Tahun ajaran baru 2023-2024: - Program Dauroh al - Qur'an bagi santri dan ustadzah - I'dad tiap awal tahun pelajaran - Perbaikan administrasi ketahfidhan : raport semester, publikasi juz'iyyah santri, berita acara dan SK UAT SMP-MA - Kerjasama dengan masjid atau kantor untuk juz'iyyah dan khataman santri SMP-MA 2. Pengasuhan - Diniyah Kepesantrenan - Terjemah lafdziyyah setiap bakda isyak - Kesehatan (Rekam medis per-santri)  - Ibadah santri,  - Kontrol santri - Sekolah pengasuhan bagi santri MA kelas 12 dan pesantren sekitar Madiun Tahun ajaran baru 2023-2024 - Membuat atau menetapkan semua keluarga yang tinggal di lingkungan pesantren untuk ikut berkontribusi dlm mengawal rutinitas pesantren yg ditetapkan melalui SK yayasan.  - Semua pembina lokal, pengurus yayasan ikut memberikan taushiyah setiap ahad pekan keempat dan jadi imam sholat.  - Mengadakan pondok ramadhan di pondok ketika puasa

CAROK

Tadi sore saya secara tak sengaja melihat sebuah tanyakan video di beranda tiktok saya. Walaupun kurang jelas informasi yang disampaikan oleh pihak yang memposting video tersebut, secara naluriah saya langsung menyimpulkan bahwa di suatu daerah di Madura telah terjadi carok yang disebabkan oleh wanita. Konon si pria membawa atau merebut istri orang. Sehingga si suami tidak Terima dan membunuh pemuda yang merebut istrinya.  Saya yang asli keturunan Madura tepatnya Bangkalan tentu saja tidak mengharapkan hal tersebut terjadi. Apalagi terus menerus terjadi. Bahkan ketika saya mengadakan syukuran akikah anak saya yang pertama yakni si Fatih, keluarga saya mengisahkan bahwa telah terjadi pembunuhan di kampung sebelah rumah saya. Dan itu disebabkan oleh wanita.  Ada beberapa kata kunci yang perlu saya ulas dalam tulisan singkat ini berkaitan dengan fenomena carok yang sering terjadi di Madura yakni harga diri, wanita dan carok itu sendiri.  1. Harga diri Siapapun tak ada yang rel

JAGONGAN DAN MANTENAN

Setiap ada moment mantenan, jagongan adalah istilah yang sering saya dengar. Tapi saya belom pernah mengikuti prosesi jagongan. Walaupun sudah sekitar empat tahunan saya tinggal dan menetap di Jawa Timur. Tepatnya di Kabupaten Lamongan.  Jagong bisa diartikan ngerumpi, ngobrol ngalor ngidul, kumpul-kumpul di malam hari sambil menunggu tamu, sambil ngopi, dan ngemil kue yang disajikan  oleh tuan rumah.  Sebagai bagian dari warga sekitar yang memiliki hajat mantenan, maka jagongan merupakan tradisi yang kayaknya harus diikuti oleh tetangga sekitar. Walaupun sekali lagi saya gak kuat kalau harus melek bengi atau malam. Bukan nggak suka. Tapi gak kuat. Mata selalu ngajak untuk segera tidur.  Selain jagongan, tentu saja alunan lagu campur sari dan dangdut koplo juga menyertai setiap sesi acara. Termasuk acara jagongan. Saya pun kurang suka. Sound system yang memekakan telinga bikin saya pusing dan sakit kepala. Bahkan sampai harus pakai bantal untuk menutupi suara sound system d

KIAI SEPAROH

Awal ramadhan tahun ini saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi juri perlombaan yang diadakan oleh RRI Kota Madiun. Saya merupakan salah satu juri anggota pada ajang lomba taushiyah.  Ini merupakan pengalaman yang luar biasa. Sebab saya bisa ketemu dan berkumpul bersama dengan para kiai dan para Bu Nyai yang secara nasab memiliki jalur nasab yang jelas khususnya dalam bidang per-kiai-an. Biasanya nasab mereka jelas dan runut bahkan dihafal luar kepala. Selain jalur nasab mereka juga memiliki keilmuan yang luar biasa.  Kalau tidak salah ingat, saya adalah satu-satunya yang bukan kiai. Pas kumpul bersama beliau-beliau rasanya saya agak sedikit minder. Sebab secara nasab saya bukan kiai atau gus.  Dalam kesempatan apapun saya lebih suka mengenalkan diri sebagai santri. Entah kenapa predikat ini (santri) bagi saya lebih berkesan dan keren dibandingkan dipanggil ustadz atau gus. Bukan karena tidak suka tapi secara sense lebih wow dan keren. Artinya seorang santri yang dalam pe

SILATURAHIM KELUARGA WALI SEMBILAN

Tahun ini saya dan keluarga berkesempatan untuk kembali pulang dan mudik ke kampung halaman di Pamekasan Madura. Tepatnya hari ketiga lebaran saya bersama keluarga menaiki sepeda motor dari Lamongan menuju perbatasan Pamekasan Sumenep yang berjarak sekitar 190 km. Perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan. Kami berangkat dari jjam 4 dini hari dan tiba di Pamekasan sekitar jam 10 pagi.  Ada dua agenda penting pada tahun ini yakni pertemuan keluarga wali sembilan dimana kali ini sudah merupakan pertemuan kelima dan saya berkesempatan untuk mengikuti acara ini dua kali yakni yang keempat dan kelima tahun ini.  Dari dua kali pertemuan ini banyak sekali pelajaran dan makna yang saya dapatkan. Diantaranya adalah memperkenalkan anak-anak saya akan asal muasal dan keluarga besar bapaknya yakni saya sendiri yang asli berasal dari Kabupaten Pamekasan Madura. Pelajaran yang kedua adalah pencarian silsilah keluarga. Di sini saya belom ada peran signifikan dalam pencarian silsilah kelua

DOAKAN SAJA

Moment lebaran adalah momentum dimana keluarga besar berkumpul melepas rindu setelah sekian lama tidak bersua. Jarak yang jauh tak jadi penghalang untuk mengobati rasa kangen dan rindu keluarga. Macet dan panas menguap tatkala salaman dan pelukan menjadi sambutan pertama ketika bertemu.  Tibalah untuk kembali ke tempat kerja masing-masing. Keluarga besar juga ingin memberikan oleh-oleh atau uang saku kepada anak-anak. Tak banyak yang bisa mereka berikan. Namun sangat ingin memberi walau sekedarnya dan semampunya.  Ada juga yang ingin sekali memberi oleh-oleh namun apalah daya uang tak ada, kue pun tak ada. Namun balas budi yang ingin mereka berikan amat sangat besar walaupun hanya berupa sekilo kacang ijo dan uang sepuluh ribuan. Mereka sangat ingin memberi.  Bagi anak-anak yang sudah lumayan dewasa dan sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan terkadang jawaban yang mereka berikan adalah "DOAKAN SAJA". Doa menjadi penguat dan motivasi untuk sukses di masa-masa yan

HARI INI KAMI KEMBALI

Setelah sekitar 4 hari di kampung halaman, pagi ini sekitar jam 4 pagi saya bersama keluarga kembali ke lamongan. Lumayan capek dan melelahkan. Tapi demi sebuah harapan dan cita-cita perjuangan yang melelahkan dan menguras pikiran harus tetap dilanjutkan. Kaki harus terus diajak melangkah dan berlari.  Harapan besar itu adalah membahagiakan kedua orang tua yang sudah tidak muda lagi dan sudah tidak mampu untuk berjuang untuk keluarga karena faktor usia. Sebagai anak pertama tanggung jawab itu dibebankan di pundak ini. Dan entah sampai kapan harapan itu akan terwujud. Hanya berbekal doa dari kedua orang tua dan para guru, sedikit keyakinan muncul dan energi mulai menguat.  Lelahnya perjalanan, jauhnya jarak, habisnya amunisi tak mengurangi semangat dan motivasi perjuangan. Walaupun di satu sisi harapan keluarga kecil juga menggunung.  Semangat berjuang Semangat bekerja Semangat berpikir Semangat belajar