Andai boleh memilih, mungkin seorang anak akan memilih lahir dari kedua orang tua yang harmonis, rukun, berkecukupan, berpendidikan dan sebagainya. Tapi pokok masalahnya adalah seorang anak tidak bisa menentukan pilihannya sendiri dalam kehidupan ini. Mulai dimana dia akan dilahirkan, mau weton dan pasaran apa dia akan dilahirkan, dari orangtua seperti apa dia akan hidup bersama dan sebagainya.
Itulah takdir. Saya istilahkan takdir. Karena memang dalam kehidupan ini banyak sekali hal yang berada di luar kendali diri kita. Seperti hal-hal yang saya sebutkan di atas. Sehingga dalam perjalanannya, seorang anak memang harus merasakan berbagai macam variasi emosi dan perasaan. Terkadang dia bahagia ketika dia ngobrol dengan kedua orang tuanya dan orangtuanya merespon dengan baik. Dan terkadang dia kecewa karena sudah berbicara dengan serius, namun tak direspon dengan baik oleh kedua orang tuanya. Dari sini saja seorang anak sudah mulai merasakan emosi yang berbeda dari respon yang berbeda pula.
Terkadang minta uang saku untuk keperluan sehari-hari, dikasih memang tapi dengan sikap yang seakan-akan berat atau bermuka masam yang bahkan disusuli dengan ceramah panjang tentang sulitnya mencari uang dan pekerjaan. Tentu saja si anak bingung dan hanya mendengar tak merespon dan tak berdaya. Sepuluh ribu atau bahkan seratus ribu berbanding lurus dengan panjang dan pendeknya nasehat serta ceramah yang disampaikan. Yang terkadang nilai uang tersebut jadi hambar dan tak selera mempergunakannya.
Selain hal itu merupakan takdir, ini juga merupakan sebuah pelajaran hidup. Bahwa akan terbentuk dan terlahir dari sekian banyak pengalaman hidup yang kemudian muncul menjadi sebuah sikap dan perilaku sehari-hari.
Takdir. Ya itulah takdir. Seorang anak tidak bisa pensiun atau pergi dari kedua orang tuanya ketika berbagai hal tidak sesuai dengan ekspektasinya. Sehingga sikap bertahan adalah respon pamungkas dari sekian banyak ketidakberdayaan atas semua yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan.
Orangtua pun membatin "kelak kamu akan tahu kenapa kami orang tua bersikap begini, ngomong begini dan begitu".
Memang tak ada yang bisa di salahkan. Anak tidak bisa disalahkan. Orang tua pun tak bisa disalahkan.
Komentar