Salah satu tanggung jawab besar dan penting dalam pendidikan anak adalah pendidikan seksual. Terlebih di kondisi yang mengkhawatirkan para orang tua di zaman seperti saat ini. Banyak sekali ditemui praktek dan perilaku yang menjurus pada perzinahan, seks bebas dan hal negatif lainnya. Tentu saja para orang tua perlu melakukan upaya-upaya preventif agar sedini mungkin bisa menjauhkan anak-anak dari hal-hal negatif.
Dalam kitab Tarbiyatul Awlad karya Dr. Nasih Ulwan dijelaskan bahwa pendidikan seks merupakan pendidikan yang sangat penting dan para orang tua dan guru harus memberikan porsi yang cukup terkait dengan pendidikan seksual ini. Terlebih di zaman yang serba terbuka, informasi yang sangat mudah diakses, maka orang tua harus lebih siap ketika muncul beberapa pertanyaan dan atau melihat indikasi negatif di sekitar anak-anak.
Pendidikan seks ini memiliki beberapa tahapan yang harus diperhatikan oleh para orang tua dan guru yakni
1. Usia puluhan (7 sampai 10 tahun)
Adalah usia dimana anak disebut mumayyiz yakni sudah memiliki kemampuan membedakan yang baik dari yang buruk, yang benar dari yang salah.
Pada fase ini ada dua hal penting dimana anak harus dibimbing dan diajari yakni adab meminta ijin dan adab melihat.
Terkait adab meminta ijin bukanlah ijin yang selama ini kita pahami. Pada usia 7 sampai 10 tahun ini ada adab ijin yang langsung Allah tunjukkan dalam al Quran yakni ijin kepada keluarga atau di rumah dalam tiga kondisi yakni
a. قبل صلاة الفجر / sebelum sholat shubuh karena orang tua masih kondisi tidur.
b. وقت الظهيرة / waktu dhuhur karena di waktu ini manusia menanggalkan pakaiannya dan berkumpul bersama keluarga
c. بعد صلاة العشاء / setelah sholat Isyak karena ini adalah waktu tidur.
Di tiga kondisi inilah anak di fase ini sudah mulai harus diajarkan. Sebab di tiga kondisi itu sering terjadi hal-hal yang belom layak dilihat dan dikonsumsi oleh anak di usia atau fase ini.
Pada usia atau fase ini juga penting diajarkan kepada anak kita terkait dengan adab melihat. Pada fase ini tentu anak lebih banyak berinteraksi dengan kedua orang tua atau keluarga besar. Maka perlu diperhatikan adab melihat sebagai berikut
1. Adab melihat mahram
Yang dimaksud mahram pada tulisan ini ada tiga kategori yakni
a. Mahram karena faktor nasab (pertalian darah).
Mahram kategori ini ada 7 perempuan yang disebutkan dalam al Quran surah An Nisa' ayat 23. Mereka adalah ibu, anak perempuan, saudari perempuan, anak perempuan, bibi dari jalur bapak (عمة ), bibi dari jalur ibu (خالة ), anak perempuan saudara laki-laki (keponakan), anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan)
b. Mahram karena faktor besan.
Mahram kategori ini ada 4 perempuan yakni istri bapak, istri anak kandung, ibu mertua, anak perempuan istri.
c. Mahram karena faktor sepersusuan
Mahram kategori ini adalah ibu sepersusuan dan saudara perempuan sepersusuan.
Maka kepada ketiga kategori mahram di atas, mahram laki-laki boleh melihat yang biasa atau umumnya dilihat yakni mulai leher, kepala, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki, dan tidak boleh mereka melihat yang biasa tertutup seperti dada, perut, dan punggung.
Pengecualian bagi suami istri, maka boleh melihat apa saja satu sama lain baik dengan syahwat maupun tidak bersyahwat.
2. Adab melihat calon istri (tunangan)
Melihat calon istri hanya boleh melihat pada bagian wajah dan kedua telapak tangan. Dan boleh melihat berulang-ulang jika diperlukan untuk menguatkan keinginan menikah dan tidak boleh berjabat tangan satu sama lain.
3. Adab melihat istri
Melihat istri maka boleh melihat apa saja yang ada padanya baik dengan syahwat maupun dengan tanpa syahwat.
4. Adab melihat wanita ajnaby (asing/bukan mahram)
Laki-laki dewasa tidak boleh melihat wanita ajnaby walau tanpa syahwat.
Ada dua kategori ajnaby yakni
a. Laki-laki ajnaby
Mereka adalah anak laki-laki bibibibi dari jalur bapak, anak laki-laki dari jalur paman, anak laki-laki dari bibi, ipar dan istri paman.
b. Perempuan ajnaby
Mereka adalah anak perempuan paman, anak perempuan bibi, anak perempuan paman dan anak perempuan bibi, ipar, istri paman, istri paman, ipar, bibi dan bibi.
5. Adab melihat laki-laki terhadap laki-laki
Antara sesama laki-laki, maka hanya boleh melihat selain antara pusar dan lutut.
6. Adab perempuan melihat perempuan
Sesama perempuan hanya boleh melihat selain antara pusar dan lutut.
7. Adab melihat pemuda ganteng
Istilah fikihnya adalah الأمرد yakni remaja yang belum tumbuh jenggotnya. Usianya berkisar antara 10 sampai 15.
Melihat mereka boleh jika ada keperluan seperti jual beli, berobat, belajar. Sedangkan melihat mereka karena syahwat maka hukumnya haram.
8. Adab wanita melihat ajnaby
Bagi wanita muslimah boleh melihat pria asing atau tak dikenal. Misalnya ketika pria itu sedang berjalan atau sedang bermain atau berolahraga. Atau dalam hal yang berkaitan dengan jual beli,
9. Adab melihat aurat anak kecil
Anak kecil yang berada di bawah usia 4 tahun, maka dianggap belom memiliki aurat. Jika sudah melewati usia 4 tahun, maka batasan auratnya adalah qubul, dubur dan sekitarnya. Ketika sudah memasuki usia ghulam, maka batasan auratnya sama dengan orang dewasa.
2. Usia puluhan (10 sampai 14 tahun)
Adalah fase dimana anak disebut dengan murohiq. Pada fase ini anak harus dijauhkan dari segala sesuatu yang bisa merangsang gairah seksual baik dari yang berupa gambar, video maupun bacaan.
Pada surah An Nisa ayat 31, Allah SWT memberikan petunjuk kepada kita para orang tua bahwa anak kecil yang masih berada di bawah usia 7 tahun, boleh berinteraksi dan melihat perempuan. Karena ia belom memahami aurat wanita.
Adapun jika sudah melewati usia 7 tahun atau sudah murohiq dan baligh, maka tidak boleh berinteraksi dengan wanita karena dikhawatirkan jika melihat sesuatu yang berkesan akan muncul syahwat padanya.
Pada usia ini juga, Islam memberikan petunjuk agar memisah tempat tidur mereka yang dikhawatirkan akan bercampur baru yang bisa menyebabkan munculnya syahwat.
Pada usia ini ada dua pengendalian atau pencegahan yang bisa dilakukan oleh para orang tua yakni pencegahan internal dan pencegahan eksternal.
a. Pencegahan internal
1. Mencegah mereka masuk kamar orang tua di waktu istirahat dan tidurtidur yakni sebelum sholat subuh, waktu dhuhur dan bakda Isyak. Khawatir melihat aurat orang tuanya.
2. Masuk kamar perempuan yang sedang berdandan. Kekhawatiran yang sama juga menjadi dasar pencegahan ini.
3. Tidur dengan saudara laki-laki jika ia perempuan. Kekhawatiran yang sama juga menjadi landasannya.
4. Mencegah dari melihat aurat wanita yang terbuka.
5. Mencegah dari menyediakan TV atau menonton TV yang memperlihatkan hal-hal erotis.
6. Mencegah dari melihat gambar-gambar pornografi
7. Membatasi pertemanan dengan kerabat lawan jenis baik laki-laki maupun perempuan.
8. Dll
b. Pencegahan eksternal
1. Menjauhkan anak dari bioskop dan teater
2. Menjauhkan anak dari model perempuan yang tidak senonoh
3. Menjauhkan anak dari tempat prostitusi baik yang nampak maupun yang tidak nampak
4. Menjauhkan anak dari ikhtilat dengan lawan jenis
5. Dll
3. Usia puluhan (14 sampai 16) adalah fase dimana anak disebut remaja. Anak harus dibimbing cara berhubungan dengan lawan jenis. Lebih-lebih jika ada keinginan untuk menikah.
4. Usia setelah baligh dimana fase ini disebut dengan fase pemuda. Pada fase ini mereka harus diajari cara mensucikan diri apabila belom memiliki keinginan untuk menikah.
Komentar