Sejatinya, pendidikan itu bertujuan untuk melahirkan generasi bangsa yang beriman, bertakwa, berkarakter, cerdas dan memiliki keterampilan sebagai bekal hidup di tengah-tengah masyarakat. Namun kenyataannya proses untuk melahirkan dan mencapai tujuan tersebut tidaklah seindah rumusan tujuan tersebut.
Mari kita ingat-ingat kembali beberapa peristiwa yang terjadi di lingkungan pendidikan. Dan sepertinya peristiwa akan terus bermunculan dimana kita sebagai orang tua atau guru harus sama-sama memikirkan solusi-solusi yang bisa menjadi penyelesai bagi masalah- masalah pendidikan yang terjadi saat ini.
Sejauh ingatan saya ada beberapa kejadian di lingkungan pendidikan yang sempat mencuat di media sosial atau viral. Diantaranya
1. Di Lombok ada seorang guru agama yang menghukum muridnya karena tidak mau sholat. Namun orangtua si anak tidak terima dan menyeret pak Guru ke jalur hukum. Menurut info terakhir yang sempat saya rekam di ingatan pak Guru itu ditahan dan harus bayar denda sekitar 30 jutaan.
2. Di Lamongan, ada seorang guru ya g ditusuk oleh muridnya. Entah apa motifnya. Saya kurang mendalami berita ini.
3. Di Lamongan, juga ada seorang guru bahasa Inggris yang menghukum muridnya dengan memotong rambut siswinya sebagian. Endingnya guru itu dimutasi atau diberhentikan jika tidak keliru.
3. Di Sumatera, jika tidak salah ingat ada seorang guru yang diketapel matanya oleh salah seorang wali murid.
4. Di Jawa Tengah ada juga seorang guru yang ditusuk oleh muridnya hingga bersimbah darah.
Bahkan termasuk di Madiun juga terjadi seorang guru menghukum muridnya lari lapangan. Endingnya guru itu dimutasi atau diberhentikan.
Jika diinventarisir, maka kejadian yang sama sebenarnya banyak sekali. Baik yang di up oleh media atau berakhir dengan damai antara kedua belah pihak.
Dalam tulisan ini, saya akan mencoba mengulas konsep hukuman dalam pendidikan khususnya dari perspektif Islam. Dengan harapan kita memiliki pemahaman yang cukup tentang konsep hukuman agar kita lebih baik lagi dalam mendidik dan mengajar murid-murid kita.
Ada beberapa cara dalam memberikan hukuman kepada anak. Pertama, ta’dīd al-Mukhālafah yaitu memberikan poin untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anak. Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya Allah telah menetapkan nilai kebaikan dan kejahatan, kemudian Dia menjelaskannya. Maka barangsiapa berniat mengerjakan kebaikan tetapi tidak dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Jika berniat untuk berbuat kebaikan lalu ia mengerjakannya, Allah mencatatnya sebagai 10 sampai 700 kali kebaikan atau lebih banyak lagi. Sebaliknya apabila berniat melakukan kejahatan, tetapi ia tidak mengerjakannya, Allah mencatatkan padanya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat melakukan kejahatan lalu dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan”. (HR. Bukhari).
Kedua, model tadzkirah bi tadarruj, yaitu memberikan hukuman dengan cara memberikan peringatan (tadzkirah) kepada anak yang melakukan pelanggaran secara bertahap (tadarruj). Model tadzkirah bi tadarruj mengacu kepada apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir as saat mengusir Nabi Musa as untuk tidak lagi berguru kepadanya sebagaimana dalam QS. al-Kahfi [18]:70-78.
Ketiga, model taushiyah bi al-rahmah, yaitu memberikan hukuman kepada anak yang melakukan pelanggaran dengan cara menasehatinya dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Model ini sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana disebutkan dalam hadits, “dari Umar bin Abi Salamah ra. Ia berkata: ”ketika aku kecil, aku berada dalam asuhan Rasulullah saw. Pada suatu hari ketika tanganku bergerak ke sana ke mari di atas piring berisi makanan, berkatalah Rasulullah saw.: ‘wahai anak, sebutlah nama Allah. Makanlah dengan tangan kananmu. Dan makanlah apa yang dekat denganmu’”. (HR. Al -Bukhārī).
Keempat, model ‘uqūbah wā′izhah, yakni model pemberian hukuman dengan jenis hukuman yang menjerakan dan memalukan. Model hukuman ‘uqūbah wā′izhah sesuai dengan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Allah swt menetapkan prinsip hukuman yang menjerakan dalam firman-Nya dalam QS. An-Nur [24]: 2, artinya, “dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.
Hukuman yang dilaksanakan di hadapan orang banyak dan disaksikan oleh anggota masyarakat, akan merupakan pelajaran yang sangat kuat pengaruhnya. Sebab, beberapa orang yang menyaksikannya, akan menggambarkan bahwa hukuman yang menimpa mereka itu pasti dirasakan dengan kepedihan. Seolah-olah, hukuman itu benar-benar mengenai diri yang melihat. Dengan demikian, mereka akan takut kepada hukuman, khawatir menimpa dirinya, sebagaimana menimpa terhukum yang sempat disaksikan.
Kelima, uqūbah mu’limah, adalah model pemberian hukuman dengan jenis hukuman yang menimbulkan rasa sakit pada salah satu anggota tubuh siswa yang melakukan pelanggaran. Jenis model ini diterapkan dalam bentuk pukulan dan dilakukan pada tahap terakhir, setelah model yang lain sudah diterapkan dan tidak ada hasil. Pukulan adalah hukuman yang paling berat, yang digunakan ketika jalan lain tidak dapat ditempuh.
Semoga bermanfaat
Komentar