Hidup adalah proses meniru.
Mulai dari masa bayi seorang sudah sering meniru banyak hal dalam kehidupannya.
Yang pertama yang menjadi lingkungan terdekatnya adalah ibunya. Maka apa saja yang ada pada ibunya seorang bayi akan meniru dan meresponnya.
Kalau si ibu sedih, maka si anak akan merespon sedih dan meniru kesedihannya.
Kalau si ibu bahagia, maka si anak akan merespon dan meniru kebahagiaannya.
Proses meniru dan mencontoh ini terus dilakukan karena untuk keberlangsungan kehidupan si anak. Salah diluruskan. Bengkok diluruskan. Keliru langsung diarahkan. Terus seperti itu sampai dewasa.
Beranjak dewasa lingkungan yang bisa kita rekam dan tiru semakin luas dan banyak. Bukan hanya bapak dan ibu. Tapi sudah mulai meluas ke tetangga, teman bermain, sekolah, dan masyarakat umum.
Maka proses mencontoh dan meniru akan lebih komplek sebab kadang terpantau dan kadang loss kontrol. Di sinilah peluang terjadinya salah didik, salah pergaulan bisa terjadi.
Proses mencontoh ini juga terus terjadi karena itu bagian dari proses adaptasi manusia dalam kehidupannya.
Sampai pada periode tertentu dimana kita sudah dewasa dan menua, kita pun sudah memiliki kesimpulan-kesimpulan dan nilai-nilai kehidupan. Kita sering menyebutnya dg falsafah kehidupan atau nilai-nilai dasar kehidupan.
Pada tahap berikutnya kita pun di TIRU dan di TELADANI. Maka jika proses mencontoh dan meniru kita benar kita pun akan menyebarkan kembali contoh-contoh kebaikan tersebut.
Pun demikian juga sebaliknya. Keburukan yang kita contoh akan tersebar melalui sikap dan perilaku kita sehari-hari.
Maka Nabi Muhammad SAW memberikan pedoman kepada kita ummatnya sebagaimana hadits berikut
من دل على خير فله أجره وأجر من عمل به
من دل على ضلالة فله شرها وشر من عمل به
Maka agar proses kita meniru dan mencontoh tidak keliru ada baiknya kita mengacu dan berpedoman pada dua hal berikut yakni
1. Al Quran
Secara naqliyyah al Quran merupakan pedoman dan petunjuk serta pengarah bagi kehidupan manusia.
2. Sunnah atau siroh Nabawy
Semoga bermanfaat
Komentar