Bagi masyarakat Jawa pasti mengenal istilah yang satu ini yakni tradisi buwoh atau buwohan. Tradisi ini sering dihubungkan dengan acara-acara pernikahan yang juga banyak diadakan di bulan besar atau bulan haji.
Bulan ini saya mendapatkan beberapa undangan pernikahan di daerah lamongan. Tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 5 undangan pernikahan yang saya Terima dan harus saya hadiri. Saya pun melihat jalanan yang sangat ramai dengan lalu lalang masyarakat yang pulang pergi menghadiri undangan pernikahan. Dan suasana ini mirip dengan suasana lebaran.
Barusan saya menghadiri salah satu undangan tersebut. Kemaren saya menghadiri dua undangan pernikahan. Dalam tradisi ini pihak terundangn "wajib" membawa beras sekitar 4 kilogram dan uang sekitar 30 ribu sampai 50 ribu rupiah. Keduanya yakni uang dan beras diserahkan ke tuan rumah yang dihandle oleh panitia dimana panitia ini terdiri dari keluarga atau tetangga kanan kiri pihak yang mengundang.
Sekilas tradisi buwoh ini saya melihat dan menilai sebagai sebuah tradisi yang baik. Sebab ada sisi gotong royong antar masyarakat. Pihak pengundang lumayan diringankan dalam urusan biaya pernikahan. Sebab mengadakan acara pernikahan butuh biaya yang cukup besar mulai dari biaya konsumsi atau prasmanan, biaya terop, biaya diesel dan rokok panitia dan tamu. Buwohan ini ada ya g diadakan sehari semalam, ada juga yang dua hari dua malam. Bahkan ada yang diselingi dengan elekton, wayang dan tontonan lainnya.
Bagi pihak yang diundang ini bisa menjadi kesempatan untuk menabung jangka panjang. Sebab kesempatan ini bisa dijadikan tabungan jika suatu saat si terundang mengadakan pernikahan, sunatan atau lainnya.
Memang ada yang sedikit unik terkait tradisi ini khususnya sisi menabung jangka panjang yakni si pengundang terkadang mengadakan sebuah acara buwohan kadang memang sengaja untuk menarik kembali tabungan yang sudah banyak disebar di tetangga dan kenalan. Karena ada yang nikahnya sudah lama bahkan sudah memiliki anak tapi baru sempat mengadakan buwohan. Ada juga yang mengadakan buwohan dalam rangka tingkepan yakni syukuran kehamilan pasangan suami istri. Dan ada juga yang mengadakan buwohan dalam rangka sunatan dan uniknya yang disunat bukan anaknya sendiri. Kadang keponakan atau bahkan anak tetangga. Tujuan mengadakan buwohan adalah dalam rangka menarik kembali tabungan yang sudah tersebar di masyarakat.
Tapi ada juga yang agak kurang menyenangkan. Jika dikaitkan dengan beberapa postingan walaupun postingan tersebut hanya sebuah komedi atau parodi tentang realitas masyarakat yakni adanya seorang istri yang menyiram suaminya yang sedang tidur sambil ngomel terkait banyaknya biaya yang harus dikeluarkan seperti halnya buwoh atau buwohan ini.
Pas musimnya memang harus benar-benar disiapkan uang yang harus dikasihkan atau ditabung. Kayak pada bulan ini saya harus menghadiri undangan sebanyak 5 undangan. Jika sekali undangan sebesar Rp. 50.000 maka tinggal dikalikan dengan 5 undangan. Maka jumlahnya 250.000.
Coba hitung berasnya sekali undangan 4 kilo dikalikan 5 undangan. Maka sama dengan 20 kilogram. Satu kilonya taruhlah 10.000. Maka beras saja 200.000. Jadi untuk menghadiri undangan tersebut maka butuh biaya 450.000.
Bagi yang terundang bukan sesuatu yang gampang juga apalagi kalau pas tidak punya uang. Kalau bagi pengundang tentu ini adalah moment panen. Walaupun bisa saja ini akan menajdi "beban" di masa yang akan datang.
Di daerah kalian bagaimana?
Komentar