Dari sekian banyak keterangan dari para guru tentang puncak cinta maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa cinta tertinggi adalah cinta kepada Allah SWT.
Kenapa bisa demikian?
Mari kita renungkan bersama.
Memasuki usia kanak-kanak, mereka senang dan suka dengan mainan. Tapi bukan pada bendanya yang menjadi tolok ukur. Tapi pada sisi kesenangannya. Mereka happy, ketawa ketiwi, senang pokoknya. Kalau zaman sekarang anak kecil seusia SD beda lagi benda mainannya yakni HP atau gadget. Tapi intinya adalah semua benda itu memberikan kesenangan.
Maka anak-anak juga suka bosan dengan mainannya. Karena memang urusan kesenangan tidak ada patokan pastinya. Selalu berubah dan berganti. Tapi intinya cari kesenangan dengan benda yang berbeda.
Beranjak remaja dan dewasa maka standarnya bukan benda lagi tapi pada hubungan, sosialisasi dan interaksi.
Kalau masa anak-anak senangnya dengan benda, maka memasuki usia remaja, senangnya adalah interaksi sosial. Mencari teman jalan, teman healing, teman nongkrong. Yang intinya dari itu adalah adanya komunikasi dua arah.
Pada periode ini manusia juga akan menemukan kebosanan. Sehingga sulit untuk berteman dengan hanya satu dua orang. Selalu mencari dan menciptakan suasana baru untuk bisa mempertahankan pertemenan tersebut.
Memasuki usia dewasa bukan benda atau orang yang menjadi sandaran kesenangannya atau ketenangannya tapi sesuatu yang immateri, invisible, tak terlihat. Istilah ini lebih sering disebut dengan ketenangan batin, ketenangan fikir dan sebagainya.
Dalam perjalanan hidupnya manusia memang akan melalui level dan tahapan itu. Dan manusia akan terus mencari titik puncak atau ultimate itu. Makanya kenapa ketika seseorang sudah lanjut usia lebih suka keheningan, menjauhi keramaian dan hiruk pikuk kehidupan. Mereka mencarinya di goa, di masjid, dan pusat-pusat spiritual.
Dari sekian sandaran kesenangan dan ketenangan tersebut mereka mendapatkan sumbernya adalah pada ketundukan, kepasrahan dan tawakkal kepada sang Pencipta.
Kira-kira begitu menurut saya 🙏
Komentar