Lebaran iedul Qurban tahun ini yakni tahun 1444 Hijriah saya berkesempatan untuk menjadi imam sholat ied dan mengisi khutbah ied di masjid yang dulu pernah saya tinggal lama di sana. Yakni masjid al Falah.
Bakda maghrib saya berangkat dari rumah Modo Lamongan setelah sebelumnya saya menyempatkan diri berbuka puasa bersama keluarga kecil saya. Saya bersama istri bersepakat untuk berpuasa Hari Arafah dan mengajak serta abang Fatih dan mas Fariz. Adapun si kecil si Ayez belom bisa diajak puasa karena memang masih kecil yakni usia 4 tahunan.
Sebelum berbuka puasa tepatnya sebelum ashar saya mencoba latihan membaca teks khutbah yang akan saya sampaikan besok pagi. Pun demikian setelah saya sampai di Madiun saya mendengar beberapa ceramah tentang kisah kedua Nabi teladan yakni Nabi Ibrahim as dan putranya yakni Nabi Ismail as.
Sebenarnya saya sudah sering membaca dan mendengar kisah keteladanan kedua nabi agung tersebut. Namun dari salah satu penjelasan seorang ustadz di chanel tiktok dan youtube saya jadi sadar atau muncul sebuah kesadaran bahwa sepertinya atau berat sekali untuk bisa meneladani kedua nabi agung tersebut. Mulai dari keteguhan keduanya di jalan dakwah, kesabarannya, keimanannya dan semua perihal dari keduanya sungguh amat berat untuk ditiru. Bagi saya keduanya benar-benar tokoh teladan yang Allah SWT hadirkan dalam catatan sejarah untuk menjadi contoh nyata bagi manusia khususnya kaum muslimin.
Bagaimana tidak. Sebuah ungkapan yang cukup menyentak hati bahwa kita semua adalah Ibrahim dan anak kita, harta kita, jabatan kita dan apa saja yang melekat dan ada pada diri kita adalah ismail-nya.
Jika sedikit diperjelas akan kita dapati sebuah makna dan pelajaran yang sangat mendalam betapa kita semua akan diuji oleh Allah SWT. Entah dengan anak kita, jabatan kita, harta kita dan semua hal yang ada pada diri kita termasuk keluarga kita. Semuanya akan diuji oleh Allah SWT.
Dari sekian banyak predikat yang melekat pada diri kita semuanya akan diuji dengan satu ujian yakni ujian ketaatan, ujian kepatuhan, ujian kecintaan yang muaranya hanya kepada Allah SWT.
Sungguh profil manusia agung dan pilihan yang akan mampu melewati berbagai macam ujian tersebut. Dan lebih uniknya lagi keduanya tidak pernah mempertanyakan apa maksud dari Allah SWT memberi perintah semacam itu. Apa maksut dari semua ini?. Tidak ada pertanyaan semacam itu. Yang ada hanyalah kepasrahan total, ketundukan total atas semua perintah yang datang dari Allah SWT.
Mampukah kita meneladani keduanya?
Semoga Allah SWT memberikan kita kemampuan untuk meneladani keduanya. Aamiin
Komentar