Ibadah merupakan sarana untuk selalu terhubung dengan sang Pencipta. Ibadah juga merupakan moment untuk menyampaikan banyak hal kepada sang Pencipta seperti ibadah sholat, berdoa, berdzikir dan lain sebagainya.
Allah SWT menjelaskan dalam al Quran bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin adalah agar mereka menyembah atau beribadah hanya kepada Allah SWT. Maka semua hal yang berhubungan dengan manusia seyogyanya diorientasikan dan diarahkan pada tujuan tersebut yakni beribadah.
Terkait dengan tujuan penciptaan manusia dan jin maka perlu kiranya kita mengetahui dan memahami ibadah kita sudah berada di level atau tingkatan ke berapa?
Di sini akan coba diuraikan beberapa macam tingkatan ibadah sebagai berikut
1. Pertama, seorang hamba yang melakukan ibadah dengan tata cara yang telah memenuhi tuntutan syariat. Yakni ibadahnya telah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun.
2. Kedua, seorang hamba melakukan ibadah dengan memenuhi tuntutan syariat dan ia telah tenggelam dalam lautan maqam mukasyafah. Sehingga seolah-olah ia melihat Allah dalam ibadahnya. Ini adalah tingkatan atau maqam Rasulullah SAW. Sebagaimana Rasulullah bersabda; Aku menjadikan penghibur hatiku dalam shalat.
3. Ketiga, seorang hamba melakukan ibadah dengan tata cara yang telah memenuhi tuntutan syariat, disertai dengan rasa diri terus diawasi atau dilihat oleh Allah. Ini adalah maqom muroqobah.
Menurut Syekh an-Nawawi, masing-masing dari tiga maqom atau tingkatan ibadah itu disebut dengan ihsan. Ihsan yang merupakan syarat sahnya ibadah hanya pada maqom pertama. Karena ihsan pada maqom kedua dan ketiga adalah ihsan yang merupakan sifat yang hanya diberikan kepada orang-orang tertentu atau khowas dan sangat sulit bagi kebanyakan orang untuk memilikinya.
Pertama beribadah karena takut akan siksa Allah Swt. Imam Nawawi menamakan tingkatan ini dengan ’ibādatul-’abīd, ibadah para budak. Kenapa? Karena yang seperti ini—sebagaimana mental seorang budak—mematuhi perintah hanya karena takut disiksa oleh Tu(h)annya.
Kedua, beribadah karena mengharapkan surga dan pahala dari Allah Swt. Tingkatan ini oleh Imam Nawawi disebut sebagai ’ibādatut-tujjār, ibadah para pedagang. Sebab, seperti halnya pedagang yang selalu mencari keuntungan, orang-orang yang berada pada tingkatan ini juga hanya memikirkan keuntungan dalam ibadahnya.
Ketiga, beribadah karena malu kepada Allah Swt. dan demi memenuhi keharusannya sebagai hamba Allah yang bersyukur disertai rasa khawatir sebab amal ibadahnya belum tentu diterima di sisi-Nya. Imam Nawawi mengatakan, tingkatan ini adalah ’ibādatul-akhyār, ibadah orang-orang pilihan.
Komentar