Pagi ini saya berdialog dengan beberapa pengasuh di Pesantren Darul Madinah Madiun dengan tema yatim.
Apa itu yatim?
Secara biologis yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh orangtua atau bapaknya. Kalau ibunya yang meninggal maka disebut piatu.
Kalau dalam perspektif pendidikan beda lagi konsep atau pengertian yatim. Kalau menurut saya yatim dalam perspektif pendidikan adalah hilangnya idola atau contoh dari seorang anak. Artinya ketika anak tidak menemukan idola atau profil dari kedua orang tuanya atau salah satunya.
Mengapa demikian? Mari kita coba merujuk ke siroh nabawi yakni kisah nabi Muhammad SAW ketika masih kecil dan tinggal di Kota Mekkah.
Secara biologis, nabi Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim. Beliau SAW sudah ditinggal oleh Sayyid Abdullah sejak beliau SAW masih dalam rahim suci Sayyidah Aminah. Namun ketika beliau SAW lahir masih ada profil atau teladan hebat yakni ibunda beliau dan ibu susuan beliau yakni Halimatus Sa'diyah. Dari usia nol sampai 6 tahun kedua sosok ini hadir dalam proses tumbuh kembang nabi Muhammad SAW.
Pada usia 6 tahun ibunda beliau SAW wafat, beliau SAW diasuh oleh sangat kakek yakni Abdul Muthalib dari usia 6 sampai 8 tahun. Selama dua tahun beliau diasuh dan dibimbing oleh sang kakek. Sang kakek adalah sosok pemimpin yang dihormati di Kota Mekkah. Pemimpin suku Qurays. Bahkan dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad SAW pernah duduk-duduk di singgasana sangat Kakek. Di masa 2 tahun ini beliau mendapatkan keteladanan, contoh dan tentunya ikatan emosional.
Usia 8 tahun sang kakek wafat maka nabi Muhammad SAW diasuh oleh paman beliau yakni Abu Thalib. Beliau juga seorang tokoh pemimpin pengganti Abdul Muthalib. Semasa bersama sang paman, nabi Muhammad SAW mendapatkan perhatian spesial dan luar biasa. Masa-masa remaja nabi Muhammad SAW berkembang di masa pengasuhan sang paman.
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang harus digarisbawahi bahwa yatim itu bisa secara biologis seperti kehilangan kedua atau salah satu orangtua. Namun yatim yang paling mengkhawatirkan adalah hilang atau tiadanya contoh nyata di depan mata anak.
Tentu saja bukan semata hadir di hadapan anak, namun harus ada ikatan emosional atau batin antara orangtua, guru, pengasuh dengan anak. Inilah yang disebut attachment atau ikatan batin.
Maka bisa saja seorang anak memiliki orangtua tapi hakikinya anak ini yatim karena si anak tidak memiliki tempat bersandar, tempat curhat, tempat berbagi dan berkeluh kesah dan sebagainya.
Hanya sebuah renungan.
Semoga bermanfaat
Komentar