Usia pernikahan kami memang cukup jauh. Jarak antara saya dan istri sekitar 8 tahunan. Istri saya masih seusia dengan adik saya yang pertama. Bisa dibilang istri saya pas nikah masih sweet seventeen 🤣🤣🤣
Sahabat-sahabat kami yang sudah duluan bertugas di gunung tembak sudah membelikan kami peralatan masak seadanya.
Memang beberapa bulan kami masih menumpang di rumah sahabat yg saat itu kepala madrasah di sana.
SK penempatan rumah pun dibacakan.
Kaget campur sedih ketika pertama kali kami masuk rumah dinas tersebut.
Tak ada kasur
Tak ada bantal
Tak ada lampu
Tak ada ember
Tak ada. . . . .
Tak ada. . . . .
Tak ada ini itu
Seorang ustadz sepuh tiba-tiba ikut masuk ke dalam dan memberikan lampu.
Sebelum menempati rumah tsb saya mencoba membeli beberapa perlengkapan seadanya.
Malam hari kami pindah ke rumah dinas ini dengan berjalan kaki sambil mengusung kasur pemberian teman.
Rumah dinas ini dikenal dengan istilah rumah couple. Karena satu rumah dibagi dua dan diperuntukkan bagi mereka yang masih baru menikah atau anaknya sedikit. Maksimal 2 anak lah.
Kami pun sampai di rumah dinas tsb dan menata dikit-dikit agar terlihat rapih.
Tiba-tiba tetangga sebelah memanggil dari pintu depan.
Ustadz. Ini ada karpet dan bantal.
Barangkali berguna
Ya Allah. Saya terharu sekali dengan pemberian tetangga baru kami.
Tak ada saudara
Tak ada sanak family
Semua masih terasa asing bagi kami.
Tidak apa-apa lah
Yang penting bisa mandi, masak dan tidur.
Kebutuhan dasar kami lumayan terpenuhi.
Hari-hari berjalan sebagaimana yg lainnya.
Istri saya pun mulai menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga mulai mencuci, bersih-bersih rumah, dan memasak.
Tiap mau masak, istri saya konsultasi dulu sama ibu mertua nanyain cara masak.
Hari - hari itu kami makan nasi dan telor ceplok. Bahkan bukan hanya hari-hari, kayaknya berbulan-bulan menu kami hanya itu-itu saja.
Namun kami sangat menikmatinya dan kami bisa berkumpul mengarungi bahtera baru kami.
Semua itu terkenang begitu mendalam dalam benak kami.
Komentar