Langsung ke konten utama

IJAZAH QIRA'AH WAL IQRA'

MEMBACA SEBAGIAN AL-QURÂN UNTUK MENDAPATKAN IJÂZAH QIRÂAH WAL IQRÂ (IZIN MEMBACA DAN MENGAJAR) SELURUH AL-QURÂN

Akhir-akhir ini begitu marak di tengah-tengah kota program pengambilan ijâzah Al-Qurân yang diselenggarakan, baik secara pribadi dari para mujâz (pemegang ijâzah), maupun secara kelembagaan. Hal ini tentu merupakan salah satu syiar positif bagi para penuntut ilmu Al-Qurân.

Namun demikian, tidak jarang kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan dengan waktu yang singkat dan syarat yang lebih ringan. Di antaranya juga diselenggarakan secara berkelompok dimana setiap orang membaca bergiliran (bit tanâwub/ munâwabah), misalnya orang pertama membaca 2 halaman, orang berikutnya melanjutkan 2 halaman setelahnya, terus seperti itu hingga selesai Al-Qurân.

Sebagian penuntut ilmu cukup banyak yang bertanya-tanya, bagaimana status ijâzah yang didapatkan dengan cara demikian?

Hukum asalnya ijâzah merupakan hak prerogatif seorang guru. Ia berhak memberikan ijâzah kepada siapapun yang ia kehendaki. Namun, dalam konteks ijâzah qirâah wal iqrâ , maka terdapat dhawâbith (batasan-batasan) dan kaidah-kaidah yang disepakati para ulama, di antara yang paling utama adalah al-ahliyyah (keahlian). Baik keahlian dalam teori maupun praktiknya. Karena ijâzah Al-Qurân merupakan syahâdah (persaksian) dan tazkiyah dari seorang guru kepada muridnya.

Al-Imâm As-Suyûthiy mengatakan dalam Al-Itqân:

وإنما إصطلح الناس على الإجازة لأن أهلية الشخص لا يعلمها غالبا من يريد الأخذ عنه من المبتدئين ونحوهم لقصور مقامهم عن ذلك والبحث عن الأهلية قبل الأخذ شرط فجعلت الإجازة كالشهادة من الشيخ للمجاز بالأهلية
"Adapun kemudian dimunculkannya ijâzah (izin) dari seorang Syaikh atas seseorang, ini disebabkan pada umumnya para penuntut ilmu yang masih pemula tidak mengetahui kapasitas orang yang akan diambil ilmunya, karena terbatasnya keadaan mereka dan keadaan diri mereka yang belum sampai untuk menilai kapasitas orang lain. Sedangkan mencari tahu dan meneliti kapasitas calon guru atau orang yang akan diambil ilmunya adalah syarat dalam menuntut ilmu. Maka dijadikanlah ijâzah sebagai sebuah pengakuan / rekomendasi dari seorang Syaikh atas kapasitas keilmuan muridnya.”

Apa yang disampaikan oleh Al-Imâm As-Suyûthiy di atas memberikan beberapa faidah, di antaranya:

1⃣ Para penuntut ilmu pemula sulit memilah dan memilih mana guru yang layak untuk diambil ilmunya,

2⃣ Memilah dan memilih guru yang akan diambil ilmunya merupakan syarat dalam menuntut ilmu, 

3⃣ Ijâzah diadakan untuk mempermudah penuntut ilmu dalam memilih dan memilah guru yang akan diambil ilmunya.

Lebih dari itu , sebagian ulama memberikan syarat-syarat yang lain untuk mendapatkan ijâzah qirâah wal iqrâ, seperti menghafal matn-matn tajwid semisal Muqaddimah Jazariyyah, Tuhfatul Athfâl, atau Hidâyatush Shibyân, memahami bahasa Arab, memahami kaidah waqf dan ibtidâ, memahami ilmu rasm dan dhabth, juga memiliki akidah yang lurus (tidak keluar dari pemahaman yang disepakati oleh Ahlus Sunnah), dikenal sebagai orang yang berakhlak mulia, dan lain sebagainya sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Syaikhnya masing-masing.

Namun demikian, realitanya terdapat sebagian orang yang bermudah-mudah dalam memberikan ijâzah tanpa memperhatikan syarat dan batasan tersebut. Hal itu merupakan sebuah pengkhianatan terhadap amanah ilmiah. Karena walaupun seseorang memiliki hak prerogatif untuk memberikan ijâzah kepada orang lain, namun menjaga amanah ilmiah merupakan bagian dari adab dalam menjaga riwâyah.

Oleh karena itu, kita mesti berhati-hati dalam mengambil ilmu dan ijâzah, sebagaimana dikatakan oleh Al-Imâm Muhammad ibn Sîrîn rahimahullâhu ta'âlâ:

إِنَّ هَذَا العِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Karena itu, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”

Adapun berkaitan dengan pengambilan ijâzah Al-Qurân, maka asalnya seseorang hanya berhak mengajarkan apa yang ia dapatkan dari gurunya. Apabila ia hanya bertalaqqiy surat Al-Fâtihah saja kepada gurunya, maka secara formal ia hanya bisa mengajarkan surat Al-Fâtihah saja. Apabila ia bertalaqqiy Juz 'Amma saja kepada gurunya, maka secara formal ia hanya bisa mengajarkan Juz 'Amma saja. Al-Imâm Ibn Al-Jazariy dalam Al-Munjid mengatakan:

ولا يجوز لـه أن يُقرئَ إلا بما قرأ أو سمع، فإن قرأ الحروف المختلف فيها أو سمعها، فلا خلاف في جواز إقرائه القرآن العظيم بها، بالشرط المُتقدِّم، وهو أن يكون ذاكرًا كيفيةَ تلاوته به حال تلقِّيه من شيخه
"Dan tidak boleh bagi seseorang untuk mengajarkan Al-Qurân, kecuali berdasarkan apa yang ia bacakan kepada gurunya atau ia dengar dari gurunya. Apabila ia telah membacakan variasi huruf yang berbeda kepada gurunya atau telah mendengar dari gurunya, maka tidak ada perbedaan pendapat bahwa ia boleh mengajarkan Al-Qurân berdasarkan apa yang ia baca dan dengar tersebut, dengan syarat yang telah disebutkan sebelumnya, yakni ia benar-benar mengingat tata cara tilâwah yang di talaqqiy-kan kepada gurunya."

Lalu, bagaimana apabila seseorang hanya membaca sebagian ayat atau sebagian surat Al-Qurân, kemudian gurunya memberikan ijâzah kepadanya untuk mengajar keseluruhan Al-Qurân, bukan hanya untuk surat yang dibacanya saja. Apakah ijâzah tersebut shahih?

Misalnya seseorang membaca surat Al-Fâtihah saja, kemudian gurunya memberikan ijâzah qirâah wal iqrâ untuk keseluruhan Al-Qurân. Termasuk di antaranya seseorang yang membaca secara bergiliran dalam sebuah kelompok, kemudian gurunya memberikan ijâzah qirâah wal iqrâ untuk keseluruhan Al-Qurân bagi setiap anggota halqah tersebut. Padahal, kenyataannya masing-masing dari mereka tidak membaca Al-Qurân secara sempurna, melainkan hanya sebagiannya saja. 

Maka dalam menyikapi hal ini, para ulama berbeda pendapat mengenai keshahihan ijâzah tersebut. Adapun kebanyakan ulama menilai bahwa ijâzah tersebut merupakan far' (cabang) bukan ashl (pokok). Dalam artian seseorang tidak boleh mengambil ijâzah seperti itu kecuali apabila ia telah membacakan Al-Qurân secara kâmilan (sempurna) 30 Juz dan telah mendapatkan ijâzah qirâah wal iqrâ dari salah seorang gurunya. Adapun apabila ia belum pernah membaca kâmilan, kemudian memilih untuk mengambil ijâzah dengan cara membaca sebagian Al-Qurân, maka ijâzahnya tidak shahih. Dr. Mâjid Syamsiy Pasya mengatakan setelah menguraikan jenis-jenis ijâzah Al-Qurân:

وهذه الأنواع الثلاثة الأخيرة (بالبعض أو الاختبار أو المكاتبة) مقيّدة مضبوطة ؛  أي لا تتحقق إلا لمن قرأ ختمات كاملات تامّات على مشايخه من قبل، فله أن يختار إحدى تلك الطرق الثلاثة الأخيرة ويعمل بها بعدها، وهي حينئذٍ تُعدُّ له إجازة صحيحة تامّة معتبرة عند أهل الأداء
"Adapun ketiga jenis ijâzah ini (sebagian Al-Qurân [1] , atau ijâzah ikhtibâr [2] , atau ijâzah mukâtabah [3] ) terikat dengan batasan tertentu: yakni tidak shahih kecuali bagi orang yang sebelumnya pernah membaca kâmilan dengan bacaan yang sempurna kepada gurunya. Apabila ia telah membaca kâmilan, maka ia boleh memilih salah satu cara tersebut, dan ijâzah yang didapatkannya pada saat itu terhitung sebagai ijâzah yang shahîh menurut para ahli qirâah."

Lalu, bagaimana apabila terdapat sebagian penuntut ilmu yang sebelumnya tidak pernah membaca secara kâmilan kepada seorang Ahli Qirâah, dan belum pernah mendapatkan ijâzah dengan cara tersebut; kemudian ia memilih untuk meminta ijâzah Al-Qurân dengan cara membaca sebagian Al-Qurân, atau bit tanâwub, atau ikhtibâr, apakah hal tersebut diperbolehkan?

Dalam hal ini terdapat dua pendapat, sebagaimana dikutip oleh Dr. Mâjid Syamsiy Pasya:

(1) التحريم مطلقاً بل جعله من أكبر الكبائر وهو اختيار الهمذاني صاحب " غاية الاختصار "..
(2) التوقّف فيه ، واشتراط أهلية مطلقة وهو اختيار ابن الجزري ، كأهلية تلميذه النويري شارح الطيبة وغيره ممن أُجيز ببعض القرآن عن ابن الجزري ولم يقرأ بها ختمة كاملة

"(1) Haram secara mutlak, bahkan menilainya termasuk ke dalam dosa yang sangat besar. Ini merupakan fatwanya Al-Hamadzâniy penyusun Ghâyatulikhtishâr.
(2) Tawaqquf (tidak menentukan hukum), namun memberikan syarat al-ahliyyah secara mutlak. Ini merupakan pilihan Ibn Al-Jazariy. Sebagaimana keahlian muridnya An-Nuwayriy pen-syarh Ath-Thayyibah dan juga murid-muridnya yang lain, dimana mereka mendapatkan ijâzah qirâah wal iqrâ dari Ibn Al-Jazariy dengan cara membaca sebagian Al-Qurân tanpa membaca keseluruhannya."

Kemudian bagaimana apabila seseorang telah terlanjur mengambil ijâzah qirâah wal iqrâ dengan salah satu cara yang tidak disepakati tersebut? Baik dengan membaca sebagian ayat Al-Qurân, atau dengan membaca bergiliran, atau dengan ikhtibâr, namun bersamaan dengan itu ia belum pernah sekalipun mengkhatamkan Al-Qurân secara sempurna di hadapan gurunya, apa yang mesti dilakukan?

Maka hendaknya bersegera mencari guru Al-Qurân dan membaca kepadanya secara kâmilan dari awal Basmalah di surat Al-Fâtihah sampai akhir surat An-Nâs.

Juga mesti memperdalam teori-teori tajwid dengan muthalaah (mengkaji kitab), mendengarkan rekaman-rekaman ceramah, tidak berhenti untuk melatih praktik pengucapan setiap huruf hijâiyyah dan menjaga pelafalannya dengan tepat. 

Bukan malah berbangga-bangga dengan ijâzah yang dimilikinya, bersegera untuk tampil di hadapan khalayak, apalagi sampai membuka pintu-pintu pengijazâhan Al-Qurân dengan begitu longgar. Sesungguhnya ijâzah adalah amanah, bukan hal yang layak untuk dibangga-banggakan di hadapan manusia.

Dengan demikian, kesimpulan yang bisa diambil dari pembahasan ini, di antaranya adalah:

1️⃣ Setiap penuntut ilmu Al-Qurân dituntut untuk mencari guru Al-Qurân yang mutqin, dimana salah satu bukti kemutqinannya adalah dengan ijâzah Al-Qurân. Namun bersamaan dengan itu ia juga mesti memperhatikan dari siapa gurunya tersebut memperoleh ijâzah dan bagaimana caranya. Karena realitanya tidak setiap yang berijâzah otomatis mutqin. Sebagaimana tidak setiap orang yang menguasai teori dan praktik otomatis mahir dalam mengajarkannya. 

2️⃣ Hendaknya setiap guru jujur saat meriwayatkan Al-Qurân dan menyebutkan jalur-jalur sanadnya serta cara mengambil ijâzahnya kepada murid-muridnya, karena hal tersebut merupakan bagian dari amanah ilmiah.

3️⃣ Hendaknya para penuntut ilmu Al-Qurân tidak tergesa-gesa dalam mendapatkan ijâzah sehingga mencari jalan-jalan yang singkat yang dilarang oleh kebanyakan ulama. Apalagi apabila belum memiliki al-ahliyyah, baik secara teori ataupun praktik. Sesungguhnya yang dituntut dari seorang muslim adalah kedalaman pemahaman dan ketepatan praktiknya, bukan sekadar banyaknya lembaran-lembaran ijâzahnya.

4️⃣ Hendaknya kepada para guru Al-Qurân tidak bermudah-mudah dalam memberikan ijâzah dan senantiasa memperhatikan syarat dan dhawâbith yang telah disepakati para ulama, serta tidak membuka pintu-pintu yang dapat menimbulkan perselisihan di tengah-tengah manusia. Karena sesungguhnya ijâzah adalah haq, dan hanya diberikan kepada siapa saja yang berhak atasnya.

Wallâhu a'lam.

- Muhammad Laili Al-Fadhli -
(Pembina Online Tajwid)

Catatan kaki:
[1] Ijâzah sebagian Al-Qurân artinya seseorang membaca sebagian ayat atau surat Al-Qurân, kemudian ia diberikan ijâzah untuk mengajarkan seluruh Al-Qurân. Termasuk ke dalam ijâzah ini adalah apabila seseorang mendapatkannya dengan cara membaca Al-Qurân bergiliran dalam sebuah halqah (bit tanâwub),

[2] Ijâzah bilikhtibâr adalah Ijâzah yang didapatkan dengan cara diuji sebagian hapalan atau kaidah-kaidah tajwid atau qiraat, namun tanpa membaca secara kâmilan. Kemudian apabila lulus ia mendapatkan ijâzah untuk mengajar keseluruhan Al-Qurân.

[3] Ijâzah bil mukâtabah adalah ijâzah yang didapatkan seseorang tanpa membaca, tanpa mendengar, tanpa ujian. Namun gurunya langsung memberikan kepadanya ijâzah tertulis untuk mengajarkan keseluruhan Al-Qurân.

🇲🇨🇵🇸🇲🇨🇵🇸🇲🇨🇵🇸

✅ t.me/online_tajwid

🇵🇸🇲🇨🇵🇸🇲🇨🇵🇸🇲🇨

Sumber :
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=166601238804614&id=100063642155791

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA SI SATU SEMESTER

Mondok di masa Pandemi ini memang full perjuangan. Semua serba baru. Kebijakan baru. Aturan baru dan serba baru lainnya.  Di masa normal santri baru masih bisa dijenguk setelah masa 40 hari. Setelah itu berturut-turut setiap bulan masih bisa dijenguk. Utamanya para santri yang rumahnya cukup dekat dan bisa dijangkau dengan kendaraan pribadi.  Di masa Pandemi ini sama sekali tidak ada penjengukan. Penyesuaian kebijakan dengan kebijakan pemerintah karena adanya covid 19. Hanya telpon dan video call yang setiap pekan bisa sedikit mengurangi rasa rindu dengan ayah bunda, kakak adik dan sanak family semuanya. Mereka mampu bertahan? Jawabannya ya. Mereka mampu melewati itu semua. Mereka mampu menahan kangen dan rindu walaupun  sesekali diselingi dengan derai air mata dan keluh kesah.  Ya. Mereka mampu melewati itu semua. Mereka sudah mulai bisa mandiri, kuat mentalnya, kuat perasaannya.  Jangan ditanya apakah mereka tidak kangen. Jangan ditanya apakah mereka tidak ingin pulang? J

PONDOK TAHFIDZ PUTRI DARUL MADINAH MADIUN TP. 2020-2021

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته PESANTREN TAHFIDZUL QUR'AN SMP-MA DARUL-MADINAH HIDAYATULLAH MADIUN "Komitmen pada Pembentukan Karakter, Tahfidzul Qur'an & Akademik yang Unggul" 📚 Telah Membuka Penerimaan Santri Baru Tahun Pelajaran 2020/2021📚 (KHUSUS PUTRI) 🔵 TANGGAL PENDAFTARAN: Gelombang Reguler :  Januari 2020 - Juni 2020 ⏰ Waktu: _08.00-14.00 _(Senin -  Sabtu 👥 Kuota Terbatas     - _SMP Putri_: 35 Santri     - _MA  Putri_: 25 Santri 📝 Tes online dari rumah 🗣 Pengumuman Hasil Tes  Sepekan setelah tes 🔵 SYARAT PENDAFTARAN _MENYERAHKAN BERKAS:_ ☑ Photo copy rapor kelas 5 (jenjang SMP), rapor kelas 8 (jenjang MA) ☑ Photo copy KK dan akte kelahiran @2 lembar ☑ Mengisi formulir pendaftaran ☑ Mengisi lembar observasi ☑ Mengisi formulir kesanggupan biaya ☑ Menandatangani surat pernyataan ☑ Membayar uang pendaftaran Rp 250.000 ✍ CARA PENDAFTARAN ✅ Online melalui WA: *081313836275* 🔵 PROGRAM & FASILITAS *Program Un

PPDB PESANTREN PUTRI TAHFIDZUL QUR'AN HIDAYATULLAH MADIUN

PESANTREN PUTRI TAHFIDZUL QUR'AN HIDAYATULLAH MADIUN SMP-MA DARUL MADINAH "Komitmen pada Pembentukan Karakter, Tahfidzul Qur'an & Akademik yang Unggul" Telah Membuka Penerimaan Santri Baru Tahun Pelajaran 2021/2022 (KHUSUS PUTRI) TANGGAL PENDAFTARAN: Gelombang INDENT :  Agustus 2020 - 15 Desember 2020 ⏰ Waktu: 08.00-14.00 Senin -  Sabtu 👥 Kuota Terbatas     SMP Putri : 64 Santri     MA  Putri : 50 Santri 📝 Tes online dari rumah 🗣 Pengumuman Hasil Tes  Sepekan setelah tes 🔵 SYARAT PENDAFTARAN ☑ Photo copy rapor kelas 5 (jenjang SMP), rapor kelas 8 (jenjang MA) ☑ Photo copy KK dan akte kelahiran @2 lembar ☑ Mengisi formulir pendaftaran ☑ Mengisi lembar observasi ☑ Mengisi formulir kesanggupan biaya ☑ Menandatangani surat pernyataan ☑ Membayar uang pendaftaran Rp 250.000 ✍ CARA PENDAFTARAN ✅ Online melalui WA: 081313836275 🔵 PROGRAM & FASILITAS Program Unggulan: ✅ Tahfizh Al-Qur'an ✅ Qira'atul-Kutub ✅ Takhassus 30 Juz Program Penunjang: ✅