Imma’ah, sifat labil yang mengikuti arus, tren dan mayoritas. Tidak punya prinsip, krisis identitas dan berjiwa pembebek. Dalam hal apapun, sifat imma’ah akan selalu terlihat buruk. Lawannya adalah Tauthinun nafsi; teguh, punya pendirian dan ciri khas, mengerti identitas diri, dan tegar di atas prinsip.
لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ: إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا، وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا، وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا
“Janganlah kalian menjadi orang yang suka ikut-ikutan, yang berkata, “Jika orang-orang baik, maka kami juga akan berbuat baik. Dan jika mereka berbuat zhalim, maka kami juga akan berbuat zhalim.” Akan tetapi mantapkanlah hati kalian, jika manusia berbuat baik kalian juga berbuat baik, namun jika mereka berlaku buruk, janganlah kalian berbuat zhalim.” (HR Tirmidzi, beliau berkata haditsnya hasan gharib)
Arus informasi yang makin deras membuat gelombang tren silih berganti menghantam. Sifat imma’ah pun seperti jamur di musim hujan, tumbuh subur dalam hati yang kosong dari prinsip iman dan identitas diri. Saat gelombang tren berupa pakaian serba terbuka menghantam, manusia imma’ah pun seperti buih yang tersorong ombak. Tak peduli pantas atau tidak, tak peduli bertambah cantik atau malah memalukan, manusia, khususnya wanita pun beramai-ramai membuka auratnya. Giliran jilbab menjadi tren, mereka pun ikut berjilbab, bukan karena hijrah dan kesadaran diri, tapi murni karena ingin terlihat trendy.
Sumber
Abu Umar Abdillah
https://www.arrisalah.net/immaah-tukang-ikut-ikutan-mayoritas/#
Komentar