Akhir-akhir ini kita cukup familiar dengan istilah literasi. Kalau penulis boleh ngasih definisi, literasi adalah budaya baca.
Ada apa dengan literasi?
Munculnya literasi atau gerakan literasi dilatarbelakangi hasil hasil studi oleh lembaga yang secara khusus mengukur daya baca sebuah negara. Dan ironisnya negara kita ada di urutan paling belakang, yakni urutan ke 60 dari 61 negara yang diteliti. Lebih ironis lagi, infrastruktur negara kita cukup bagus dibanding negara lain yg juga diteliti.
Lantas dimana permasalahannya?
Menurut penulis pribadi, permasalahannya bukan terletak di kurangnya infrastruktur. Toh, infrastruktur negara sudah cukup bagus. Masalahnya terletak di pembudayaan atau kebiasaan.
Nah, kalau bicara kebiasaan biasanya konotasinya kurang bagus. Sebab namanya kebiasaan apalagi kebiasaan buruk sulit mengubahnya. Oleh karena itu, diperlukan penggerak.
Siapakah penggerak literasi?
Jawabannya adalah semua kita. Utamanya pemerintah, guru dan orangtua.
Sudah banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Misal GLS. Gerakan literasi sekolah. Tujuannya agar sekolah mengawal upaya dan kebijakan ini sehingga membaca menjadi sebuah kebiasaan. Dan tentunya guru dan orangtua harus menjadi contoh.
Ada sebuah cerita yang cukup bagus ketika penulis ikut sebuah seminar. Kebetulan pembicaranya adalah bapak Abdullah Sahab dosen ITS. Nah, beliau itu punya kebiasaan pegang buku walaupun tidak baca. Tujuannya sederhana. Yakni agar anaknya ketika melihat beliau selalu dalam kondisi seakan-akan membaca buku. Dan ternyata gaya beliau cukup ampuh untuk memberi keteladanan kepada anak-anaknya. Sehingga anak2 beliau jadi suka membaca. Karena melihat bapaknya membaca.
Ada juga kebijakan lain yg dibuat oleh pemerintah. Saya lupa istilahnya. Jadi, ada semacam waktu khusus dimana ortu dan anak berkumpul bersama membaca atau membahas sebuah buku. Walaupun hanya 10 menit asalkan rutin.
Dan masih banyak lagi kebijakan yg bagus yg berusaha melahirkan generasi yg cinta membaca.
Contoh lain yg bisa dilakukan oleh ortu adalah mengajak anak ke perpustakaan. Sesekali atau bahkan diagendakan secara rutin untuk berkunjung ke perpustakaan.
Jadi. Bagaimana literasi anda?
Ada apa dengan literasi?
Munculnya literasi atau gerakan literasi dilatarbelakangi hasil hasil studi oleh lembaga yang secara khusus mengukur daya baca sebuah negara. Dan ironisnya negara kita ada di urutan paling belakang, yakni urutan ke 60 dari 61 negara yang diteliti. Lebih ironis lagi, infrastruktur negara kita cukup bagus dibanding negara lain yg juga diteliti.
Lantas dimana permasalahannya?
Menurut penulis pribadi, permasalahannya bukan terletak di kurangnya infrastruktur. Toh, infrastruktur negara sudah cukup bagus. Masalahnya terletak di pembudayaan atau kebiasaan.
Nah, kalau bicara kebiasaan biasanya konotasinya kurang bagus. Sebab namanya kebiasaan apalagi kebiasaan buruk sulit mengubahnya. Oleh karena itu, diperlukan penggerak.
Siapakah penggerak literasi?
Jawabannya adalah semua kita. Utamanya pemerintah, guru dan orangtua.
Sudah banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Misal GLS. Gerakan literasi sekolah. Tujuannya agar sekolah mengawal upaya dan kebijakan ini sehingga membaca menjadi sebuah kebiasaan. Dan tentunya guru dan orangtua harus menjadi contoh.
Ada sebuah cerita yang cukup bagus ketika penulis ikut sebuah seminar. Kebetulan pembicaranya adalah bapak Abdullah Sahab dosen ITS. Nah, beliau itu punya kebiasaan pegang buku walaupun tidak baca. Tujuannya sederhana. Yakni agar anaknya ketika melihat beliau selalu dalam kondisi seakan-akan membaca buku. Dan ternyata gaya beliau cukup ampuh untuk memberi keteladanan kepada anak-anaknya. Sehingga anak2 beliau jadi suka membaca. Karena melihat bapaknya membaca.
Ada juga kebijakan lain yg dibuat oleh pemerintah. Saya lupa istilahnya. Jadi, ada semacam waktu khusus dimana ortu dan anak berkumpul bersama membaca atau membahas sebuah buku. Walaupun hanya 10 menit asalkan rutin.
Dan masih banyak lagi kebijakan yg bagus yg berusaha melahirkan generasi yg cinta membaca.
Contoh lain yg bisa dilakukan oleh ortu adalah mengajak anak ke perpustakaan. Sesekali atau bahkan diagendakan secara rutin untuk berkunjung ke perpustakaan.
Jadi. Bagaimana literasi anda?
Komentar